HEADLINE
Tanyoe

Tanyoe

  • Home
  • Latest News
  • Fact Check
  • News
  • _Flash News
Mode Gelap
Artikel teks besar
NEW UPDATES
Tanyoe
  • Beranda
  • Aceh
  • News

Pusat Kajian Sejarah Universitas Samudra Studi Banding ke Pulau Dewata Denpasar Bali, Awal Tahun 2022

Tanyoe
Desember 10, 2022
Berbagi
  • Salin tautanBerhasil disalin
  • Bagikan di Facebook
  • Bagikan di X (Twitter)
  • Bagikan di WhatsApp
  • Bagikan di Telegram
  • Bagikan di LinkedIn
  • Bagikan di Pinterest
  • Bagikan di Tumblr

 


Tanyoe.id - Benchmarking/studi banding Pusat Kajian Sejarah dan Ideologi; Dr. Usman, M.Pd., dan didamping Warek II Dr. Rahmatsyah, M.Pd., Universitas Samdra ke Pulau Dewata Denpasar Bali, tanggal 22 sampai 26 pada awal tahun 2022, yaitu berdasarkan Surat Tugas dengan Nomor: 1885/UU54/TU/2022. 


Tujuannya selain studi banding ke Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Udayana Denpasar Bali dalam pelaksanaan dan kerjasama “Tridarma Perguruan Tinggi“ sebagai tindaklanjut untuk mengembangkan dan mengimplementasikan Nota Kesepahaman kerjasama Universitas kedua belah pihak Aceh-Bali. Juga Tim Kajian Universitas Samudra berparsipatif turut berkunjung ke situs historis Pure Kayangan dan Pure Besakih Agung, Karang Asem Bali. 


Koordinator dan Warek II dan Pusat Kajian Sejarah Samudra Aceh, sekitar jam 8.30 wib diterima oleh Wakil Dekan III FIB, Udayana Bali, Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M. Hum serta Ketua Pascasarjana S2 Kajian Budaya; Dr. Drs. I Wayan Tagel Eddy, M.S., dan Koordinator Program Studi Ilmu Sejarah; Anak Agung Inten Asmariati, S.S, M.Si., Dalam pertemuan tersebut pihak Universitas mengusulkan bahwa meminta pertukaran tenaga pengajar (dosen) dalam budaya/ sejarah, dan mahasiswa serta jurnal antara Universitas Samudra dengan Udayana.


Pasca pertemuan, Tim Studi Banding diajak untuk mengamati dan peninjauan ke ruang Prodi Sejarah dan ruang pustakanya serta melakukan intervieue/diskudi. 


Hasil dialog dan diskusi menemukan bahwa setiap Program Studi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Udayana yaitu semua program studi khususnya semester I diberlakukan Mata Kuliah Wajib adalah agama Hindu, Islam, Khatolik, Protestan serta Budha dan Konghucu. Khususnya untuk Program Studi Sastra Indonesia pada smt 3 (tiga) diajarkan mata kuliah Sastra Bali (Lintas Budaya dan Kebudayaan Bali). Untuk semester 4 (empat) ada Mata Kuliah Bahasa Arab. Sedangkan semester 7 (tujuh), ada mata kuliah Bahasa Belanda dan Jepang. 


Selain itu, pada Fakultas Ilmu Budaya juga terdapat 8 (delapan) program studi S-1 yaitu; Sastra Indonesia, Sastra Bali, Sastra Jawa Kuno, Sastra Inggris, Sastra Jepang, Arkeologi, Ilmu Sejarah, dan Antropologi Budaya. Sementara Program Pascasarja (S-2) ada program studi: Linguistik dan Kajian Budaya bahkan Program Pascasarjana (S-3) terdapat program studi adalah Linguistik dan Kajian Budaya.


Sesudah pertemuan di FIB Udayana, Tim Kajian Sejarah Universitas Samudra melakukan observasi ke Pure Kayangan sebagai Pusat Ngaben (pembakaran manyat). Pada lokasi ini berdasarkan informasi dari I Dewa Ayu Made Midiyan Tari (warga desa atau pedagang kios sekitar Pure) bahwa tatkala berlangsung prosesi upacaranya dilaksana dengan perantara seorang Padande sebagai pelepasan manyat/jenazah yang hendak diadakan Ngaben. 

Cara membakar, dahulu dengan menggunakan kayu tetapi sekarang mengguna kompor dan setiap manyat 1 kompor. Manyatnya dipakai kain putih,baju kebaya dan selendang. Bagi lelaki menggakan kemeja putih, udeg (kupiah/peci) dan di kepala dengan memakai kain putih.


Selanjutnya sebelum dibakar manyat, diadakan upacara “Kidungan” (nyanyian bagi orang meninggal). Upacara ngaben itu tujuannya untuk menyucikan roh di alam kubur, yang sudah meninggal dunia dan mempercepat kembalinya jasad ke alam asalnya. Dalam kitab suci Veda Samhita atau isi dari Yajurveda, tersurat bahwa setiap orang Hindu yang meninggal dunia wajib dijadikan lagi sebagai abu agar atma (pecikan) bisa mencapai moksa/surge. 


Di samping itu pada manyat itu dipakai kemenyan, kapur barus, cendanan, farfum, hand bodi, serta uang belanja secukupnya untuk modal jualan atau belanja di alam akhirat. Sedangkan biaya acara Ngaben nilainya Rp. 15.000.000., (mulai dari awal upacara sampai dibakar), Harga untuk wadah (keranda Rp. 5.000.000.,) Ongkos Padande senilai yaitu Rp.500.000 sampai 1.000.0000.,).


Usai kegiatan di Pure Kayangan, Tim Kajian Sejarah melanjutkan kunjungan dan observasi ke Pure Besakih Agung, Karang Asem merupakan Pusat Sarana Peribadatan Umat Hindu. Dari hasil informasi/wawancara dengan Ketut Stame, sebagai pemandu domestic di Pure tersebut, Dia sebagai pemandu dan mahir berbicara Bahasa Inggris (yang dipersiapkan oleh Dinas Pariwisati, Pemerintah Denpasar Bali) menjelaskan bahwa Pure Agung Besakih adalah Pure perdamaian atau kasta dari warisan leluhur umat Hindu. Pure Besakih Gunung Agung, luasnya 40 ha.


Umat Hindu yang hendak bersembahyang di di Pure Agung, Karang Asem terbagi dalam 4 (empat) kasta dari tertinggi hingga terendah dan sama-sama melaksanakan ibadahnya. Tetapi berdasarkan kelas/kasta yang tercantum dalam catur wangsanya terdiri atas empat golongan yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Brahmana merupakan keturunan pemuka agama yang pada masa kerajaan dipercaya untuk memimpin upacara keagamaan. 


Sementara Tim Kajian Sejarah, juga meyaksikan beberapa Pure di lokasi Besakih saat umat Hindua merayakan Nyepi. Bahkan kami memperhatikan sejumlah Pure yang menjulang tinggi. Pure yang mewah dengan menara 11 tingkatan dan tinggi 25 meter (untuk Kasta Brahmana), Pure menara 9 tingkatan tingginya 20 meter (untuk Kasta Ksatria/prajurit) serta Pure menara ke7 tingkat dengan tinggi 15 meter (untuk Kasta Waisya/pedagang) dan Pure menara 5 tingkatan tingginya yaitu 10 meter (untuk Kasta Sudra/rakyat biasa).


Pure Agung Besakih tersebut, di dalamnya terdapat bermacam-macam bangunan mulai dari bangunan seperti menara, gedung, dan patama tiga yang disebut “Pure Tiga Dewa” atau “Trimurti” yaitu milik Dewa Brahmana (dewa api/matahari ataun kehangatan), Dewa Syiwa (dewa angin atau nafas) dan Dewa Wisnu (dewa air atau kehidupan). 


Selain itu Pure Agung Besakih pusat perayaan upacara-upacara yang diselenggarakan setiap setahun sekali yang dinamakan “Petara Turun Kabeh” atau perkumpulan umat Hindu diseluruh nusantara atau dari luar negeri, dan mereka pulang menghadiri upacara sacral tersebut. Lamanya prosesi upacara selama 21 hari yaitu mulai bulan purnama (15 hari bulan di langit) sampai 6 bulan tilam (kegelapan/ gelap) yang terkenal “Hari Nyepi” (mati geni/tidak ada aktivitas apapun).


Untuk melaksanakan upacara atau perayaan Nyepi, jama’ah harus menaikan 1.700 anak tangga menuju ke Puncak Lokasi Pure Besakih sebagai Pusat Sembahyang Hari Perayaan Nyepi. Dalam Komplek Pura Besakih, juga terdiri dari 1 Pura Induk (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Pura Penataran Agung Besakih sebagai pusat mandala di arah Tengah dan merupakan pura terbesar dari kelompok pura yang ada, yang ditujukan untuk memuja Dewa Çiwa; Bahkan Pure Besakih (aksara Bali): adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, di Kaki Gunung Agung Bali, dan Tertinggi dengan Pundak Berundak memiliki ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut. Diantaranya ada 11, 9, 7 dan 5 Tingkatan masing-masing.


Temuan lainnya selain studi banding ke FIB, Udayana kunjungan ke situs historis baik Kayangan maupun Besakih, mencatat gelar nama warga Bali. 

Hasilnya diperoleh gelar nama warga Bali berdasarkan level kasta atau golongan. Menurut hasil wawancara dengan I Dewa Ayu Made Widian Tari, tinggal di Br. Tualang Anyer menyebutkan bahwa level Brahmana nama depannya yaitu; Ida Bagus; Anak Agung; Idawa Gede (lk) atau Idawa Ayu (pr). 


Orang-orang dari kasta ini umumnya akan punya nama depan Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan. Untuk kasta Brahmana, kasta 'I' dan 'Ni' itu otomatis diganti dengan 'Bagus' yang berati tampan dan 'Ayu' yang berarti cantik. Selanjutnya kasta Ksatria merupakan keturunan raja, bangsawan, atau golongan kerajaan. 


Orang-orang dari Kasta ini umumnya punya nama Anak Agung, Cokorda, atau Gusti. Kemudian untuk kalangan kasta Waisya yang merupakan keturunan pedagang dan pengusaha zaman kerajaan, punya nama seperti Dewa, Desak, Ngakan, Kompyang, Sang, dan Si. Sedangkan untuk level rakyat biasa/Sudra, nama depannya; I Wayan anak pertama; Made untuk anak kedua, I Nengah/Kadek; I Nyoman untuk anak ketiga, dan Ketut.(*) 

Berita Terkait
Tags
  • Aceh
  • News
Berita Terkait
Categories
  • Aceh
  • Berita
  • International
  • Lifestyle
  • Lowongan Kerja
  • News
  • Sport
  • Video
Most Popular
  • Aceh News

    Pemuda di Langsa di Temukan Gantung Diri di Kamar

    Juni 27, 2022
  • Aceh News

    Diterjang Angin Kencang, Tenda Resepsi Pernikahan Ambruk di Langsa

    Mei 28, 2022
  • Aceh News

    Dua Terduga Jambret di Tangkap Polisi

    Juni 10, 2022
  • Aceh News

    Polisi Tangkap pencuri dan Penadah Handphone di Langsa

    Juni 18, 2022
  • Aceh News

    Anak Dua Tahun Tenggelam di Saluran Irigasi di Aceh Timur

    Juni 02, 2022
  • Follow TANYOE on
    Google News
  • Follow TANYOE on
    Facebook
  • Join the discussion group at
    WhatsApp
  • Instagram
  • YouTube
  • Twitter
  • TikTok
  • Facebook
© 2025 TANYOE